Di Kabupaten Bondowoso, Program Keluarga Harapan (PKH) yang diinisiasi oleh pemerintah pusat untuk membantu keluarga miskin justru menjadi ladang korupsi. Beberapa kasus mencuat, seperti yang terjadi di Desa Lombok Kulon, Kecamatan Wonosari, di mana seorang pendamping PKH berinisial AB diduga memanfaatkan dana bantuan dengan cara yang tidak benar. Warga melaporkan praktik pungutan liar dan penyitaan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) oleh AB, yang merugikan 588 Keluarga Penerima Manfaat (KPM).
Kasus ini merupakan sebagian dari banyak kejadian korupsi PKH di berbagai daerah, termasuk di Desa Sumbersalak, Kecamatan Curahdami. Dugaan pencairan gelap dan pengalihan dana bantuan membuat masyarakat merasa terzhalimi dan kehilangan kepercayaan. Ketidaktransparanan dalam penyaluran bansos ini menunjukkan lemahnya pengawasan pemerintah dan memperkuat praktik korupsi di lapangan.
Penegak hukum harus segera bertindak tegas dan bersih dalam menangani kasus-kasus korupsi PKH. Keterlibatan semua pihak, termasuk pegawai terkait dan aparat desa, perlu diperiksa secara menyeluruh. Pembaruan sistem verifikasi, pelaporan real-time, dan digitalisasi sepenuhnya program bansos menjadi langkah penting untuk mencegah korupsi dan memastikan bantuan tepat sasaran.
Masyarakat juga perlu diberi edukasi tentang hak-hak mereka, cara cek saldo mandiri, serta pentingnya menjaga kerahasiaan data pribadi. Transparansi dan partisipasi aktif dari LSM, media lokal, dan komunitas warga juga dapat menjadi solusi dalam memantau distribusi bansos agar tidak terjadi lagi praktik korupsi. Negara harus hadir untuk melindungi hak-hak rakyat, bukan sebagai medan bagi koruptor untuk merampok kekayaan negara dan hak-hak rakyat.