Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Filep Wamafma, menyoroti ketidakpuasan mahasiswa terhadap lonjakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di perguruan tinggi negeri. Hal ini terkait dengan Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 yang mengatur standar satuan biaya operasional pendidikan tinggi. Filep mengungkapkan bahwa kebijakan tersebut harus dievaluasi ulang dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi mahasiswa dan keluarganya.
Sebagai anggota DPD RI asal Papua Barat, Filep Wamafma menekankan bahwa pendidikan tinggi seharusnya menjadi hak konstitusional bukan layanan komersial. Oleh karena itu, kebijakan UKT harus berdasarkan prinsip keadilan sosial dan proporsionalitas. Komite III DPD RI merekomendasikan agar pemerintah mengevaluasi ulang Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 dengan melibatkan berbagai pihak terkait.
Filep juga meminta perluasan bantuan pendidikan dan beasiswa berbasis kebutuhan lapangan serta peningkatan dana subsidi untuk memastikan akses pendidikan tinggi dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Selain itu, transparansi dalam penggunaan anggaran pendidikan juga menjadi sorotan, untuk memastikan alokasi anggaran minimal 20% dari APBN dan APBD sesuai konstitusi.
Dengan demikian, DPD RI, melalui Komite III, menegaskan komitmennya untuk mengawal isu pendidikan tinggi di Indonesia dan memastikan bahwa setiap warga negara memiliki hak yang sama untuk pendidikan tanpa diskriminasi dan hambatan ekonomi. Filep Wamafma juga menuntut adanya pengawasan yang ketat terhadap penggunaan anggaran oleh semua pihak terkait.