Pada Sabtu (15/3), Polda Metro Jaya menerima laporan mengenai kericuhan terkait pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) oleh Panitia Kerja (Panja) di Jakarta. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi, menyatakan bahwa laporan tersebut berasal dari seorang sekuriti di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat dengan inisial RYR. Pelapor melaporkan adanya tiga orang yang mengaku dari Koalisi Masyarakat Sipil yang masuk ke Hotel Fairmont dan menyuarakan protes di depan pintu ruang rapat Panja RUU TNI. Akibat dari kejadian tersebut, korban merasa dirugikan dan memutuskan untuk membuat laporan polisi di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya.
Laporan tersebut resmi terdaftar dengan nomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA pada tanggal 15 Maret 2025. Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan juga mengemukakan pandangannya terkait pembahasan RUU TNI oleh Panja. Mereka menuntut agar pembahasan dilakukan secara terbuka, karena menilai bahwa pembahasan di ruang tertutup tidak sesuai dengan prinsip transparansi dan partisipasi publik. Meski aspirasi ini disampaikan oleh tiga perwakilan koalisi yang masuk ke ruang rapat, mereka segera ditarik keluar oleh petugas keamanan rapat.
Selanjutnya, Panja RUU TNI telah merampungkan pembahasan 40 persen dari 92 DIM RUU TNI bersama dengan Komisi I DPR RI dan pemerintah. Pembahasan ini berlangsung sejak Jumat (14/3) dan dijadwalkan masih berlanjut hingga Minggu (16/5). Proses pembahasan RUU TNI fokus pada aspek umur, masa pensiun, dan hal-hal terkait dengan bintara dan tamtama. Menurut anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin, pembahasan tersebut akan terus berlanjut untuk mencapai kesepakatan terbaik.
Demikianlah kilas balik mengenai kericuhan terkait RUU TNI dan pandangan Koalisi Masyarakat Sipil dalam pembahasan tersebut. Semoga proses pembahasan dapat berjalan dengan lancar dan tetap mengedepankan prinsip transparansi serta partisipasi publik dalam menghasilkan keputusan yang adil dan tepat.