Oknum TPP Langgar UU Pemilu: Dipidana atau Tidak?

Seorang Tenaga Pendamping Profesional (TPP) diduga melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan tidak mengundurkan diri setelah mencalonkan diri sebagai calon legislatif pada Pemilu 2024. Hal ini menimbulkan polemik dari berbagai aspek, baik dalam perspektif hukum tata negara maupun hukum pidana. Menurut Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI), Prof. Dr. Mompang, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi jika seseorang tetap menerima gaji atau penghasilan dari uang negara secara melawan hukum.

Prof. Mompang juga mengutip Putusan Mahkamah Konstitusi No. 003/PUU-IV Tahun 2006 yang menyebutkan bahwa unsur tindak pidana korupsi termasuk perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara. Dalam perspektif UU Pemberantasan Tipikor, status, hak, dan kewenangan seorang TPP yang mencalonkan diri sebagai legislatif akan gugur sejak ditetapkan sebagai calon tetap. Jika terbukti melanggar Undang-Undang Pemilu, kontrak kerja TPP yang bersangkutan seharusnya tidak dilanjutkan.

Komisi V DPR RI mendukung rencana Mendes PDT Yandri Susanto untuk melakukan evaluasi kinerja Tenaga Pendamping Profesional yang terbukti mencalonkan diri sebagai legislator. Dalam hal ini, langkah evaluasi diharapkan dapat memberikan solusi terhadap polemik yang timbul akibat dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh oknum TPP tersebut. Mencermati pandangan para ahli hukum terkait isu ini semakin memperkuat upaya penegakan hukum agar tetap sesuai dengan aturan yang berlaku.

Source link