Sabtu, 3 Agustus 2024 – 23:30 WIB
Ada yang Jahat hingga Pembohong
Jakarta, VIVA – Tiga kesatria dalam cerita wayang dianggap dapat menjadi pelajaran hidup dalam berpolitik. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrasi Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto saat memperingati 28 tahun peristiwa Kudatuli, dengan menggelar acara wayang dengan lakon ‘Sumatri Ngenger’ pada Sabtu, 3 Agustus 2024.
Baca Juga :
Hasto PDIP Sebut Demokrasi Saat Ini Dikebiri, namun Banyak Orang Memilih Diam
Hasto mengatakan, tiga kesatria memiliki karakter sendiri-sendiri yang dapat menjadi pedoman dalam kehidupan. Pertama adalah Kumbakarna, yang menurut Hasto, adalah seorang kesatria yang baik meskipun tubuhnya berupa sosok raksasa.
“Dalam hidupnya, meski berpenampilan raksasa, dia selalu berjuang untuk kebenaran dan kebaikan. Dia menyadari bahwa kakaknya, bernama Dosomuko, yang mencerminkan sepuluh ambisi kekuasaan duniawi, melakukan perbuatan-perbuatan yang sangat jahat. Apakah ikut merubah konstitusi? Saat itu saya tidak tahu karena kemudian dia selalu mengingatkan kepada kakaknya ini. Namun, sebagai seorang kesatria, tugasnya hanyalah sekadar mengingatkan,” kata Hasto.
Baca Juga :
Peringati 28 Tahun Peristiwa Kudatuli, PDIP Gelar Pertunjukan Wayang dengan Lakon ‘Sumatri Ngenger’
Hasto menyatakan bahwa saat ini terjadi kejahatan demokrasi di mana hak rakyat seharusnya dijunjung tinggi, namun justru disalahgunakan. Menurutnya, banyak yang memilih untuk diam.
Baca Juga :
Mega Lapor Kapolri Jika Hasto Diproses Hukum, Ngabalin: Harusnya Legowo
“Pesan moral dari Kumbakarna ini adalah karena dia bingung antara menjadi kesatria atau menjadi Brahmana, sehingga hidupnya penuh keraguan. Meskipun dia dapat melihat dengan mata hatinya mana yang benar, mana yang salah, tetapi dia tidak melakukan banyak perbuatan untuk membela keadilan, meskipun itu berisiko mengorbankan jiwa dan raga,” kata Hasto.
Politikus asal Yogyakarta itu mencontohkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang kantor partainya diserang oleh rezim otoriter karena memperjuangkan kebenaran.
“Jadi, dalam cerita wayang ini, hati-hati. Jika melihat ketidakadilan, jangan diam seperti Kumbakarna ini, tetapi harus berani berjuang, meskipun risikonya harus diintimidasi atau dikriminalisasi,” kata Hasto.
Kesatria kedua adalah Adipati Karna yang memiliki wajah yang sangat mirip dengan Arjuna. Hasto menceritakan bahwa karena kemiripan antara keduanya, Dewa salah memberikan senjata. Singkatnya, terjadi perebutan senjata antara Adipati dengan Arjuna.
“Jadi, karena sebelumnya ia yang memutuskan untuk bertapa, bukan karena menerima senjata, meskipun bukan dengan cara bertapa juga sering terjadi. Banyak orang yang enggan untuk berjuang demi mendapatkan kekuatan, seperti yang terjadi pada Karna. Nah, Karna, saudara-saudara, mengabdi kepada orang yang memberikan jabatan, bukan kepada rakyat, bangsa, dan negara yang seharusnya dilindungi. Kisah tentang Karna ini berasal dari cerita wayang,” kata Hasto.
Kemudian, tentang Bambang Sumantri yang lahir kembar dengan Sukrosono. Sukrosono memiliki penampilan yang buruk, sehingga Hasto menegaskan bahwa tidak seharusnya menilai seseorang dari fisiknya.
“Bambang Sumantri memiliki penampilan yang lebih menarik daripada saudaranya yang berpenampilan raksasa. Oleh karena itu, dia merasa malu dengan saudara kembarnya. Padahal, saat saudara kembarnya lahir, dia dibuang di hutan dan dibiarkan alam yang merawatnya ketika tidak mendapatkan pendidikan formal. Ini adalah pesan yang disampaikan oleh Hasto mengenai Bambang Sumantri,” jelasnya.
Hasto menekankan bahwa Sukrosono adalah sosok yang tumbuh dan berkembang dengan kuat karena dirawat oleh alam. Sementara itu, Sumantri adalah sosok yang justru menunjukkan bagaimana dia hanya mengabdi pada orang yang bisa mengalahkannya.
“Itulah karakter dari Sumantri, yang suka berbohong demi mencapai ambisinya untuk mengabdi kepada Prabu Arjuna Sosrobahu. Dia sering berbohong kepada adiknya yang mencintainya dengan tulus, demi mengejar ambisi kekuasaan. Kita semua tahu siapa yang sering berbohong, saudara-saudara. Jadi, demi ambisi kekuasaan, karakter seperti Bambang Sumantri muncul,” tegas Hasto.
Halaman Selanjutnya
Kesatria kedua adalah Adipati Karna yang memiliki wajah yang sangat mirip dengan Arjuna. Hasto menceritakan bahwa karena kemiripan antara keduanya, Dewa salah memberikan senjata. Singkatnya, terjadi perebutan senjata antara Adipati dengan Arjuna.