Jakarta, CNBC Indonesia – Sebentar lagi umat Islam bakal merayakan Hari Raya Idul Adha. Perayaan ini biasanya dibarengi dengan agenda penunaikan rukun Islam ke-5 oleh sebagian umat, yakni pergi Haji ke Tanah Suci. Banyak cerita berseliweran dari para jamaah haji, terutama asal Indonesia, saat menjalani ibadah. Ada yang membawa beras. Ada pula yang menenteng rice cooker.
Cerita-cerita ini selalu ada tiap kali ibadah haji terlaksana dari tahun ke tahun. Namun, ada satu kisah menarik yang diceritakan oleh ulama besar Indonesia, yaitu Haji Abdul Karim Marik Abdullah alias Buya Hamka lewat buku Mandi Tjahaja di Tanah Sutji.
Buku itu adalah catatan perjalanan Hamka saat memimpin ibadah haji jamaah asal Indonesia tahun 1950. Khusus cerita tersebut, dikisahkan Hamka tepat pada 5 Oktober 1950.
Cerita tersebut bukanlah pengisahan Hamka atas jamaah Indonesia yang membawa rice cooker, melainkan lebih dari itu. Cerita Hamka itu dituturkan ulang oleh peneliti Prancis Henri Chambert-Loire dalam buku kumpulan kisah-kisah orang Indonesia saat pergi haji berjudul Naik Haji di Masa Silam (2013: 852).
Tertulis, Hamka memberi kesaksian atas kiprah seorang dukun asal Palembang yang mengobati cucu Raja Arab Saudi, yang kelak menjadi raja di masa depan. Menariknya, kesaksian ini menimbulkan paradoks.
Bisa-bisanya Raja Arab Saudi memanfaatkan jasa dukun untuk mengobati cucunya. Padahal dia sangat keras menentang praktik perdukunan karena bersifat syirik.
Lalu, bagaimana cerita selengkapnya? Simak!
Alkisah, pada suatu hari Abdullah (cucu raja Ibnu Saud) sedang mengendarai kuda. Nahas, dia jatuh dan kakinya patah.
Kata Hamka, dokter-dokter yang ada di Mekkah menyatakan kakinya sudah tidak bisa lagi terobati. Alias harus dipotong atau amputasi.
Jelas, kabar ini membuat geger seluruh keluarga kerajaan. Sebab, Abdullah diproyeksikan sebagai penerus takhta kerajaan.
Sangat disayangkan apabila kaki dari calon raja yang kata Hamka ganteng dan gagah ini terpaksa dipotong. Apalagi, dia adalah cucu kesayangan neneknya, yang diberi gelar “Nifsyid dunia” atau separuh dunia.
Pada saat dokter menunggu persetujuan untuk memotong kaki Abdullah, datang seorang dukun asal Indonesia, tepatnya dari Palembang. Dia datang ke Istana Raja setelah mendengar kabar sakitnya Abdullah. Kedatangannya itu disambut baik oleh penguasa Saudi.
Namun, tiba saatnya Sang Raja dan para dokter skeptis dan ragu kepada sang dukun. Sebab, dia berani menjamin kaki Abdullah tidak perlu diamputasi. Padahal, secara medis langkah itu menjadi yang terbaik.
“Orang menunggu, apakah obat yang akan diberikannya. Dia meminta dicarikan sekerat [Sebuah] rotan. Ya, sekerat rotan,” kata Hamka.
Permintaan itu jelas membuat keluarga kerajaan dan para dokter semakin bingung. Namun, mereka tetap menuruti permintaan dukun tersebut. Alhasil, dimulailah pengobatan ala dukun tersebut.
Rotan itu kemudian diambil si dukun dan diurut layaknya tangan. Matanya merem-melek, mulutnya komat-kamit seperti membaca mantera. Ketika itu berlangsung, Abdullah tidak karuan. Matanya terpejam, Giginya rapat dan tidak bersuara. Ciri khas orang menahan sakit.
“Sebab mengaduh, memeking mengerang adalah pantang nian bagi darah Arab asli,” tutur Hamka.
Proses ini berlangsung selama tiga hari. Dan setelahnya kaki Amir Abdullah sembuh dan tidak jadi dipotong. Meski begitu, Raja Ibn Saud heran dan menduga dukun itu menggunakan sihir.
Sebab, perkara sihir sangat haram dilakukan di Arab Saudi. Jika benar terjadi, maka siapapun bakal dihukum penggal, termasuk si dukun itu. Sang Raja pun bertanya kepada dukun metode yang dia pakai: apakah itu sihir? kenapa harus pakai rotan? kenapa mulutnya komat-kamit saat mengobati cucunya?
Sang dukun kemudian menjawab.
“Saya tidak ahli sihir […] Amir seorang mulia, tanganku tidak boleh menyentuhnya. […] Yang aku baca hanya doa kepada Tuhan, dengan iktikad yang putus, dengan tauhid yang khalis, tidak mengharap pertolongan dari yang lain.”
Mendengar itu, raja heran dan memilih tidak ambil pusing.
“[Tamanna]! Katakanlah apa engkau suka!,” kata raja.
Kata Hamka, bila raja sudah mengucapkan “[Tamanna]”, maka seseorang boleh meminta apa saja. Entah itu rumah, mobil, atau uang. Apapun itu bakal dikabulkan raja. Namun, sang dukun punya jawaban menarik.
“Kesukaanku hanya satu. Lanjutlah usia Sri Baginda Raja!”
Ya, dia tidak minta dan berharap apapun. Banyak orang mengira dia bodoh, tetapi tulis Hamka, “itu bukan kebodohan, itulah jiwa asli bangsa Indonesia.”
Setelah hendak pulang, Sang Raja pun bahkan meminta dukun itu mengepalai rumah sakit kerajaan di Mekkah. Sebab, kemampuannya melebihi para dokter yang ada. Akan tetapi, lagi-lagi permintaan itu ditolak oleh dukun. Dia lebih memilih pulang dengan tangan hampa.
Kendati demikian, jasa besar sang dukun sangat dihormati oleh keluarga kerajaan. Tiap kali Abdullah mengendarai mobil di Mekkah dan bertemu dukun itu, dia langsung turun dan memberikannya uang serta emas untuk keperluan sang dukun.
Ya, wajar Abdullah melakukan itu, sebab bisa saja jika dukun itu tidak ada, perjalanan sejarah dirinya dan Kerajaan Arab Saudi bakal berbeda. Sebab, di tahun 2005 Abdullah benar-benar menjadi penguasa Arab Saudi!
(Artikel ini sudah tayang di CNBC Indonesia dengan judul: Kisah Menarik di Haji Hamka: Dukun Palembang Obati Cucu Raja Saudi. Penulis artikel ini adalah Sebastian Partogi)