Polemik pajak reklame senilai Rp26 miliar yang menjerat 97 SPBU di Surabaya telah mengungkapkan tarik-menarik tafsir hukum dan transparansi lembaga negara. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) yang diterbitkan oleh Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Surabaya mundur hingga 2019 setelah audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengidentifikasi papan nama merah di SPBU sebagai objek reklame.
Namun, dalam konfirmasi, BPK Jawa Timur enggan memberikan tanggapan yang jelas. Hal ini memunculkan kebingungan mengenai mengapa lembaga audit negara tidak memberikan informasi terkait temuan tersebut yang menjadi polemik pajak senilai miliaran rupiah.
Sementara itu, pengusaha SPBU yang tergabung dalam Hiswana Migas menyatakan bahwa penetapan pajak tersebut tidak proporsional. Mereka menegaskan perlunya konsistensi, objektivitas, dan proporsionalitas dalam penetapan pajak.
Perbedaan pendapat antara Pemkot dan pengusaha SPBU menunjukkan kelemahan dalam tata kelola fiskal daerah. Tanpa kejelasan regulasi dan transparansi dari lembaga audit, sulit bagi publik untuk menilai keadilan fiskal dalam pekerjaan pajak tersebut. Dengan begitu, menjadi penting untuk memastikan adanya regulasi yang jelas dan transparansi dalam setiap kebijakan yang diterapkan terkait pajak reklame untuk menciptakan keadilan fiskal yang seimbang.