Dinamika olahraga rekreasi di Jawa Timur kembali menjadi perhatian, terutama terkait potensi Stand Up Paddle (SUP) dalam menyumbang hingga Rp 2 triliun untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun, masalah muncul terkait diskriminasi anggaran dan kurangnya integritas kepemimpinan. Menurut Ali Yusa, Dewan Pendidikan Jawa Timur dan pengurus SUP Jatim, pembinaan olahraga rekreasi belum optimal, meskipun sudah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan.
Ali juga menyoroti tumpang tindih regulasi di tingkat pemerintah daerah, di mana olahraga rekreasi seringkali disamakan dengan olahraga prestasi, menyebabkan bantuan yang diberikan tidak maksimal. Meskipun KORMI sebagai organisasi resmi relatif baru dibandingkan KONI, kontribusi olahraga rekreasi terhadap pembangunan berkelanjutan sangat besar, termasuk dalam aspek ekonomi, pendidikan, dan lingkungan.
Ali juga menyoroti potensi SUP dalam mengembangkan ekonomi kreatif di Jawa Timur, dengan kontribusi yang signifikan terhadap PAD jika dikelola dengan serius. Namun, ia juga mengakui adanya perlakuan diskriminatif terhadap olahraga rekreasi dalam hal anggaran dan pembinaan. Selain itu, Ali juga mempertanyakan persoalan reward atlet dan SK yang dinilai sebagai formalitas belaka.
Di samping itu, KORMI Jatim juga menghadapi krisis kepemimpinan, di mana Ketua KORMI Jawa Timur berstatus tersangka. Dipandang dari segi integritas dan sportivitas, Ali menekankan pentingnya pengurus KORMI dalam menunjukkan sikap yang baik agar dapat membangun kepercayaan publik dan pemerintah. Ia juga menyerukan agar KORMI tidak terjebak dalam pola lama, melainkan fokus pada pengembangan potensi ekonomi, pendidikan, dan lingkungan secara seimbang tanpa adanya diskriminasi.
Di sisi lain, Ketua KORMI Kota Surabaya, Muhammad Sunar, mengungkapkan kendala dalam pengembangan olahraga masyarakat. Keterlambatan administrasi di tingkat provinsi berdampak pada pencairan anggaran, meskipun ajang-ajang nasional seperti Festival Olahraga Masyarakat Nasional (Fornas) seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi. Sunar juga menyatakan bahwa kendala birokrasi seringkali menghambat proses pencairan dana, memaksa atlet untuk berangkat melalui jalur mandiri. Pasalnya, keterlambatan penerbitan surat gubernur menjadi faktor penting dalam mengajukan anggaran ke Pemkot Surabaya, tanpa surat tersebut, pencairan dana terhambat.