Langkah Menteri ESDM Bahlil Lahadalia untuk menghentikan sementara aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya mendapat dukungan, terutama dari Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI M. Sarmuji. Keputusan tersebut dianggap tepat karena aktivitas tambang telah terbukti merusak lingkungan, yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Menurut M. Sarmuji, Raja Ampat memiliki luas lautan 4,6 juta hektare yang terdiri dari 1.411 pulau kecil, atol, dan beting yang mengelilingi empat pulau utama. Kawasan Raja Ampat diketahui memiliki keanekaragaman hayati laut yang kaya dan dilindungi, termasuk kawasan Laut Kepala Burung yang merupakan fokus konservasi dan keberlanjutan sumber daya alam.
Pemerintah, bersama masyarakat dan lembaga terkait, berkomitmen untuk menjaga lingkungan dari kepentingan ekonomi sesaat. Meskipun izin penambangan nikel di Raja Ampat diberikan sekitar tahun 2017, baru baru-baru ini Greenpeace Indonesia mengungkap aktivitas tambang tersebut yang menimbulkan ancaman terhadap kawasan konservasi laut.
Dalam respons terhadap hal tersebut, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia akhirnya memutuskan untuk menghentikan sementara operasional tambang nikel di Raja Ampat. Langkah ini diharapkan dapat melindungi lingkungan dan memastikan keberlanjutan sumber daya alam di kawasan tersebut. Menekankan pentingnya pelestarian lingkungan dan keseimbangan ekologis, keputusan tersebut mendapat dukungan dari berbagai pihak yang peduli terhadap keberlanjutan alam Indonesia.