Partai Ulama: Sebuah Analisis tentang Komoditas Politik

Partai Ulama: Sebuah Analisis tentang Komoditas Politik

Minggu, 1 Juni 2025 – 20:22 WIB

Kritik terhadap manuver Ketua Majelis Pertimbangan DPP PPP, Romahurmuziy atau Rommy, menjelang Muktamar telah mencuat dari kalangan internal partai. Hal ini terkait dengan spekulasi pengambil alihan PPP oleh pengusaha nasional, Andi Syamsuddin Arsyad yang dikenal sebagai Haji Isam.

Kader PPP mulai gerah dengan manuver Rommy yang juga terdengar melalui podcast salah satu media yang mengungkap skenario seputar figur eksternal, Amran Sulaiman yang diusung sebagai calon ketua umum. Seorang kader PPP, Wahyudin, yang juga Ketua DPC Jakarta Barat, secara terbuka mengkritik manuver Rommy. Menurutnya, menyaksikan dinamika jelang Muktamar PPP dengan manuver Rommy yang terkesan seperti ‘mengobral’ PPP, menjadikan PPP terlihat hanya sebagai alat komoditas yang diperdagangkan secara sembrono.

Wahyudin menyampaikan ketidakpuasan terhadap sikap Rommy yang pada Pilkada Jakarta 2017 memaksa PPP DKI Jakarta untuk mendukung Basuki Tjahaja Purnama, atau Ahok, di putaran kedua. Hal ini dikarenakan tekanan dari Jokowi dan iming-iming logistik semata. Menurut Wahyudin, Rommy dengan mudahnya menjadikan PPP sebagai partai Islam yang dipaksa untuk memilih pemimpin non-muslim. Saat itu, Wahyudin bersama beberapa kader PPP DKI Jakarta berupaya melawan keputusan Rommy dengan memilih pemimpin muslim.

Wahyudin memberikan pengingat terkait sejarah PPP yang dihukum oleh umat mulai dari 2017 hingga pemilu 2024 karena kursi hanya satu di DPRD DKI dan nihil di DPR RI. Bahkan, secara nasional PPP tidak mampu mendapatkan kursi di Senayan. Dia juga menyoroti peristiwa saat jelang Pemilu 2019 ketika Rommy dicokok KPK karena suap untuk jual beli jabatan, yang membuat perjuangan PPP kehilangan suara serta kursi di parlemen.

Dengan harapan bahwa Rommy akan bertaubat, Wahyudin menekankan agar Rommy tidak lagi melakukan tindakan yang merugikan PPP. Dia berpesan agar Rommy tidak mengganggu PPP yang dapat membawa dampak elektoral. Wahyudin memandang bahwa Rommy tidak memiliki kapasitas moral untuk menjadi rujukan terkait PPP, sehingga keputusan masa depan PPP sepenuhnya berada di tangan para muktamirin dalam Muktamar mendatang. Wahyudin menegaskan bahwa PPP harus mengembalikan kejayaannya dan tidak boleh dijadikan alat dagang oleh Rommy dan kroninya.

Source link