Kota Depok, yang terletak di sebelah selatan Jakarta, memiliki sejarah dan asal usul nama yang menarik. Nama “Depok” bukan hanya sekadar identitas suatu kota, namun juga memiliki perjalanan panjang yang melibatkan budaya lokal dan pengaruh kolonial. Beberapa versi asal usul nama “Depok” telah terdokumentasi. Salah satu versi yang paling dikenal adalah bahwa kata “Depok” berasal dari bahasa Sunda “padepokan”, yang berarti pertapaan. Namun, juga terdapat versi lain yang menyatakan bahwa nama Depok merupakan singkatan dari De Eerste Protestantse Organisatie van Kristenen, yang berarti “Organisasi Kristen Protestan Pertama”. Versi singkatan ini muncul pada tahun 1950-an di kalangan masyarakat Depok yang tinggal di Belanda, dan terkait dengan sejarah Cornelis Chastelein, pendiri komunitas Kristen di wilayah tersebut.
Cornelis Chastelein, lahir di Amsterdam pada 10 Agustus 1657, merupakan tokoh penting dalam sejarah perkembangan kota Depok. Ia memiliki karier gemilang dalam Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) sebelum akhirnya memutuskan untuk fokus pada pertanian. Pada tahun 1696, Cornelis membeli tanah luas di kawasan Depok dan menerapkan perlakuan yang adil terhadap para pekerjanya, termasuk budak yang dia datangkan dari berbagai daerah di Timur Nusantara. Sebelum meninggal pada tahun 1714, Cornelis membuat wasiat yang mengatur pemilikan tanahnya dengan cara yang berbeda, yaitu mewariskan tanah kepada para pekerja yang setia dan merdeka.
Dampak keputusan Cornelis Chastelein dalam menciptakan kehidupan yang lebih adil di Depok masih terasa hingga kini. Kota ini telah berkembang menjadi bagian metropolitan Jabodetabek dan dikenal sebagai lokasi Universitas Indonesia (UI). Jejak sejarah Cornelis dan nilai-nilai yang dia anut juga masih terlihat dalam berbagai budaya yang ada di Depok. Tindakan manusiawi dan peduli terhadap kesejahteraan pekerja serta keadilan sosial yang ditunjukkan oleh Cornelis telah menjadikan Depok sebagai kota dengan latar belakang sejarah yang unik dan bernilai.
