Selasa, 23 Juli 2024 – 14:20 WIB
VIVA – Mobil hybrid sampai saat ini seperti anak tiri, atau tidak dianggap. Sebab pemerintah hanya fokus memberikan kemudahan untuk kendaraan listrik demi mencapai netralitas karbon yang ditargetkan 2060.
Baca Juga :
Kapan Mobil Hybrid Dapat Insentif?
Adapun pajak yang dibebankan mobil hybrid lebih ringan dari mobil konvensional. Semua itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2021, atas Perubahan PP Nomor 73 Tahun 2019.
Toyota Prius di GIIAS 2024
Baca Juga :
Mobil Nissan yang Bisa Jalan Sendiri Unjuk Gigi di GIIAS 2024
Melalui kebijakan tersebut besaran pajak mobil hybrid mulai dari 15 persen, 25 persen, hingga 30 persen tergantung dari volume silinder mesin, dan emisi karbon yang dihasilkan. Mengacu pada perhitungan tersebut, harga mobil hybrid tetap saja tinggi, atau lebih mahal dari versi konvensional yang secara emisi lebih besar.
Baca Juga :
Alasan Lexus Sering Hadirkan Mobil Hybrid
Padahal menurut Plt. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Electronika (ILMATE), Kementerian Perindustrian, Putu Juli Ardika, mobil hybrid sangat membantu menekan emisi, dan penggunaan bahan bakar minyak, atau BBM berbahan dasar fosil. “Kalau kita lihat memang battery electric vehicle bisa menghemat sampai dengan 100 persen bahan bakar yang digunakan di kendaraan,” ujar Putu saat diskusi di Forum Editor Otomotif di ICE BSD, Tangerang, dikutip, Selasa 23 Juli 2024. Tapi kendalanya, sebagian besar sumber pembangkit listrik di Indonesia, begitupun untuk charging station kendaraan listrik masih berasal dari batu bara, di mana secara emisi masih sangat besar. “Cuma kejadiannya di bawah karena tadi 60 persen kandungan listrik kita fossil, itu belum bisa mengurangi karbon emisi CO2,” tuturnya.
Maka salah satu cara untuk menekan emisi lebih cepat, selain berfokus pada kendaraan listrik adalah beralih dari konvensional ke hybrid yang memiliki dua sumber penggerak, yaitu mesin bensin, dan dinamo. “Hal yang menarik sebenarnya kita masih banyak sekali ruang bahwa PHEV jadi plug-in itu bisa mengurangi konsumsi bahan bakar 70 persen, hybrid sampai 49 persen dibandingkan ICE (Interntal Combustion Engine),” katanya. Menurutnya jika pengguna kendaraan konvensional beralih ke hybrid, maka bisa menghemat 50 persen penggunaan BBM yang masih mengandalkan minyak fosil sebagai bahan baku utamanya. “Kalau kendaraan ICE, bisa kita migrasikan ke hybrid ini 50 persen bahan bakar kita bisa hemat, dan 50 persen emisi bisa kita kendalikan,” sambungnya. Efisiensi tersebut membuat Kemenperin mengusulkan agar mobil hybrid juga diberikan insentif, seperti yang pernah disampaikan Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita baru-baru ini. “Insentif setiap hari kita coba hitung, coba diskusikan dengan internal pemerintah, akan kami usulkan khususnya untuk kendaraan hybrid kepada kementerian terkait dalam hal ini Kementerian Keuangan,” tutur Menperin.
Halaman Selanjutnya
“Cuma kejadiannya di bawah karena tadi 60 persen kandungan listrik kita fossil, itu belum bisa mengurangi karbon emisi CO2,” tuturnya.