Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tuban, Jawa Timur, Tri Astuti, mengungkap bahwa Dinkes P2KB dan RSUD dr Koesma Tuban saling lempar soal polemik SKTM yang tidak bisa lagi digunakan sebagai syarat untuk berobat gratis bagi warga miskin. Astuti meminta instansi terkait di lingkungan Pemkab Tuban, seperti Dinkes P2KB dan RSUD dr Koesma Tuban, untuk duduk bersama dan menyelesaikan persoalan tersebut.
Hal ini dilakukan untuk mencegah kasus yang sama seperti yang dialami oleh Sukati (40), warga Desa Tegalsari, Kecamatan Widang, yang meninggal setelah tidak bisa berobat lebih lanjut di RSUD dr Koesma Tuban menggunakan SKTM. Tri Astuti menyatakan perlunya semua pihak duduk bersama, termasuk Dinkes, RSUD, Dinsos, dan BPJS, agar tidak saling lempar tanggung jawab terkait masalah ini.
Politikus Partai Gerindra ini juga berencana memanggil para pejabat di Dinkes P2KB dan RSUD dr Koesma Tuban dalam waktu dekat untuk membahas masalah ini. Dia membantah pernyataan Kepala Dinkes P2KB Esti Surahmi yang menyebut adanya praktek calo SKTM yang memungkinkan warga yang sebenarnya mampu mendapatkan layanan berobat gratis.
Kronologi masalah ini bermula saat Sukati, seorang warga miskin, harus dirawat di RSUD dr Koesma Tuban dan tidak dapat menggunakan SKTM sebagai syarat berobat gratis. Setelah ditolak menggunakan SKTM, Sukati akhirnya meninggal dunia karena terlambat mendapat perawatan lebih lanjut.
Direktur RSUD dr Koesma Tuban, Moh. Masyhudi, membantah bahwa rumah sakit menolak pasien yang menggunakan SKTM. Dia menjelaskan bahwa pasien yang ingin berobat gratis harus mengurus surat pernyataan miskin (SPM) di dinas sosial setempat. Sementara itu, Kepala Dinkes P2KB Tuban, Esti Surahmi, menyatakan bahwa warga yang kurang mampu tidak lagi dapat menggunakan SKTM untuk berobat gratis di RSUD dr Koesma Tuban, karena program tersebut dihapus oleh Pemkab Tuban.
Permintaan Astuti untuk semua pihak terkait duduk bersama untuk menyelesaikan polemik SKTM ini sebagai upaya mencegah terulangnya kasus seperti yang dialami oleh Sukati.