Jakarta, CNBC Indonesia – Perayaan lebaran 2024 atau Idul Fitri 1445 Hijriyah versi pemerintah dan Pimpinan Pusat Muhammadiyah diprediksi bisa terjadi serentak pada Rabu (10/4). Hal itu meskipun ada perbedaan penetapan awal Ramadan.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, pemerintah menetapkan 1 Ramadan 1445 H jatuh pada 12 Maret 2024. Ketetapan itu berdasarkan hasil sidang isbat pada 10 Maret 2024. Sementara, berdasarkan hasil hisab, Muhammadiyah menetapkan 1 Ramadan 1445 H jatuh di 11 Maret 2024.
Meskipun ada perbedaan masa awal Ramdan, Idul Fitri 1445 H serentak mungkin bisa terjadi karena syarat minimal hilal di kriteria Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) kemungkinan terpenuhi.
Kriteria MABIMS menyebut Idul Fitri sudah datang bila tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi atau jarak sudut Bulan-Matahari minimal 6,4 derajat.
Meski begitu, Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki mengatakan penentuan hari lebaran versi pemerintah memang masih menunggu sidang isbat besok.
“Insya Allah Hari Raya Idul Fitri akan dirayakan secara bersama-sama bagi seluruh umat Muslim di Indonesia. Tapi nanti akan kami konfirmasi lagi pada 9 April untuk melakukan Sidang Isbat di Jakarta,” ucap Rahmat usai Rapat Koordinasi Lintas Sektoral Operasi Ketupat 2024, mengutip CNN Indonesia, Selasa (9/4/2024).
Sementara itu, PP Muhammadiyah telah menetapkan Idul Fitri jatuh pada 10 April 2024, di mana Muhammadiyah menggunakan kriteria wujudul hilal.
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir menyatakan bahwa penetapan Idul Fitri yang dilakukan pihaknya bukan untuk mendahului atau meninggalkan pihak tertentu. Penetapan dilakukan lebih awal karena memiliki metode penghitungan yang berbeda.
“Maklumat Muhammadiyah ini normal terjadi dilakukan, karena kami menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir melalui video di kanal YouTube Muhammadiyah Channel di Jakarta, Minggu (7/4/2024).
Menurut Haedar pengumuman Idul Fitri lebih dulu dari Muhammadiyah perkara lumrah. Muhammadiyah, lanjut dia, seperti organisasi Islam lain yang mengeluarkan kalender sendiri baik kalender hijriah maupun masehi yang di dalamnya ada penetapan tanggal-tanggal menyangkut kegiatan publik atau hari raya keagamaan.
Haedar berkata kesamaan atau perbedaan dalam tanggal yang ditentukan harus bisa menjadikan kaum Muslimin toleran, tasamuh (saling menghargai), dan tanawu (saling menghormati perbedaan cara dalam hal menjalankan ibadah).
Muhammadiyah terus mendorong seluruh pihak mewujudkan Kalender Hijriah Global Tunggal (KHGT). Tujuannya, kata Haedar, untuk menyelesaikan masalah perbedaan terkait penetapan hari-hari besar keagamaan umat Islam.
Menurut dia, KHGT diharapkan tidak hanya berlaku untuk Indonesia saja, melainkan untuk umat Islam di seluruh dunia, sehingga perbedaan itu tidak terus berulang.
“Satu kalender global itu seperti juga kalender miladiyah (masehi). Sehingga, tidak lagi ada perbedaan dan tidak lagi ada kegiatan yang bersifat membuat kita ikhtilaf atau berbeda dalam penentuan,” tutur Haedar.
[Gambas:Video CNBC]
(pgr/pgr)